TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - KAMIS (1/3/2012) pagi, linimasa di jejaring sosial Twitter ramai membincangkan lagu Rasa Sayange hingga lagu tersebut menjadi trending topic Twitter di Indonesia. Hari itu masyarakat Indonesia bersorak karena salah satu ilmuwan mudanya, Hokky Situngkir, berhasil membuktikan secara ilmiah melalui penelitiannya bahwa lagu Rasa Sayange adalah lagu tradisional asli milik Indonesia, tepatnya Maluku.
Pembuktian ilmiah melalui fisika ini seolah mematahkan klaim negeri tetangga Malaysia yang sempat memakai lagu tradisional ini dalam kampanye pariwisatanya, "Malaysia Trully Asia", akhir 2007. Saat itu masyarakat Indonesia geram dan menuduh Malaysia telah mencuri salah satu kebudayaan asli Indonesia. Kejadian itu juga seolah memperpanjang daftar perselisihan dua negara serumpun yang kerap bersitegang karena "saling klaim", baik budaya maupun wilayah teritorial, tersebut.
Seolah tertantang, Hokky Situngkir bersama rekan-rekan peneliti di Bandung Fe Institute melakukan penelitian mengenai keaslian lagu Rasa Sayange tersebut. Walaupun demikian, Hokky mengatakan bahwa tujuan utama dari penelitiannya tersebut bukanlah untuk membuktikan dari mana lagu Rasa Sayange itu berasal, melainkan ingin membuat suatu pusat data kebudayaan Indonesia dan menunjukkan keberagaman budaya yang menarik dari Indonesia. Ia pun tak ingin penemuannya ini dipolitisasi, baik oleh pihak Indonesia maupun Malaysia.
"Kami ingin menggali aspek-aspek kompleks dari pengetahuan kolektif orang-orang Indonesia. Dan itu bisa dibilang juga pertama di Indonesia. Sudah 60 tahun lebih kita merdeka, kita belum punya pusat data kebudayaan," ujar Hokky ketika ditemui di Bandung Fe Institute, Jalan Sarimadu, Sarijadi, Bandung, akhir pekan lalu.
Hokky dan kawan-kawannya di Bandung Fe, sejak lembaga ini didirikan pada 2004, sudah meneliti berbagai hal sosial, termasuk mengumpulkan data-data kebudayaan Indonesia. Bandung Fe mengumpulkan orang-orang dan membentuk semacam organisasi, yaitu Inisiatif Budaya Kepulauan Indonesia atau Indonesian Archipelago Culture Inisiative (IACI).
Melalui pengumpulan data yang bersifat partisipatif, mereka akhirnya bisa mengumpulkan sejumlah data kebudayaan, tidak hanya lagu daerah, tetapi juga pakaian, tarian, alat musik, bangunan arsitektur, hingga obat-obatan tradisional.
Penelitian mengenai lagu-lagu tradisional sendiri menurut Hokky sudah dimulai pada 2008. Dalam penelitian ini Hokky menggabungkan berbagai disiplin ilmu, tidak hanya bidang yang ia kuasai, yaitu fisika, tapi juga bidang lainnya seperti matematika, antropologi, dan etnomusikologi.
Sebelum dimasukkan ke komputer, terlebih dulu data diverifikasi keasliannya oleh para budayawan dan antropolog. Menurut dia, sebuah lagu tradisional adalah sebuah kriya yang diciptakan secara kolektif oleh masyarakat, jadi tak ada penciptanya.
"Lagu tradisional adalah suatu entitas kompleks kebudayaan karena disusun oleh banyak hal. Ada nada, lalu ada sekuennya, ada juga aksen, lirik, timbre (warna suara yang mengikatnya), ada juga jarak dari penyanyi dan pendengarnya. Nah, dari situ kita lihat apa kira-kira unsur elementer yang bisa membedakan satu lagu dengan lagu lain sebagai abstraksi kognisi kolektif dari masyarakat tersebut. Ternyata bukan nada, melainkan sekuennya," ujar alumnus Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung angkatan 1996 itu.
Pembuktian ilmiah melalui fisika ini seolah mematahkan klaim negeri tetangga Malaysia yang sempat memakai lagu tradisional ini dalam kampanye pariwisatanya, "Malaysia Trully Asia", akhir 2007. Saat itu masyarakat Indonesia geram dan menuduh Malaysia telah mencuri salah satu kebudayaan asli Indonesia. Kejadian itu juga seolah memperpanjang daftar perselisihan dua negara serumpun yang kerap bersitegang karena "saling klaim", baik budaya maupun wilayah teritorial, tersebut.
Seolah tertantang, Hokky Situngkir bersama rekan-rekan peneliti di Bandung Fe Institute melakukan penelitian mengenai keaslian lagu Rasa Sayange tersebut. Walaupun demikian, Hokky mengatakan bahwa tujuan utama dari penelitiannya tersebut bukanlah untuk membuktikan dari mana lagu Rasa Sayange itu berasal, melainkan ingin membuat suatu pusat data kebudayaan Indonesia dan menunjukkan keberagaman budaya yang menarik dari Indonesia. Ia pun tak ingin penemuannya ini dipolitisasi, baik oleh pihak Indonesia maupun Malaysia.
"Kami ingin menggali aspek-aspek kompleks dari pengetahuan kolektif orang-orang Indonesia. Dan itu bisa dibilang juga pertama di Indonesia. Sudah 60 tahun lebih kita merdeka, kita belum punya pusat data kebudayaan," ujar Hokky ketika ditemui di Bandung Fe Institute, Jalan Sarimadu, Sarijadi, Bandung, akhir pekan lalu.
Hokky dan kawan-kawannya di Bandung Fe, sejak lembaga ini didirikan pada 2004, sudah meneliti berbagai hal sosial, termasuk mengumpulkan data-data kebudayaan Indonesia. Bandung Fe mengumpulkan orang-orang dan membentuk semacam organisasi, yaitu Inisiatif Budaya Kepulauan Indonesia atau Indonesian Archipelago Culture Inisiative (IACI).
Melalui pengumpulan data yang bersifat partisipatif, mereka akhirnya bisa mengumpulkan sejumlah data kebudayaan, tidak hanya lagu daerah, tetapi juga pakaian, tarian, alat musik, bangunan arsitektur, hingga obat-obatan tradisional.
Penelitian mengenai lagu-lagu tradisional sendiri menurut Hokky sudah dimulai pada 2008. Dalam penelitian ini Hokky menggabungkan berbagai disiplin ilmu, tidak hanya bidang yang ia kuasai, yaitu fisika, tapi juga bidang lainnya seperti matematika, antropologi, dan etnomusikologi.
Sebelum dimasukkan ke komputer, terlebih dulu data diverifikasi keasliannya oleh para budayawan dan antropolog. Menurut dia, sebuah lagu tradisional adalah sebuah kriya yang diciptakan secara kolektif oleh masyarakat, jadi tak ada penciptanya.
"Lagu tradisional adalah suatu entitas kompleks kebudayaan karena disusun oleh banyak hal. Ada nada, lalu ada sekuennya, ada juga aksen, lirik, timbre (warna suara yang mengikatnya), ada juga jarak dari penyanyi dan pendengarnya. Nah, dari situ kita lihat apa kira-kira unsur elementer yang bisa membedakan satu lagu dengan lagu lain sebagai abstraksi kognisi kolektif dari masyarakat tersebut. Ternyata bukan nada, melainkan sekuennya," ujar alumnus Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung angkatan 1996 itu.
No comments:
Post a Comment